Rabu, 27 Agustus 2008

Tan Malaka: Pejuang Revolusioner yang Terlupakan

Oleh: Roganda Simanjuntak

Itulah memang kenyataannya bila kita menanyakan siapakah Tan Malaka kepada masyarakat kebanyakan. Nama Tan Malaka sangat jarang disebutkan dalam kurikulum pelajaran sejarah mulai dari dulu sampai sekarang, kalaupun disebut itupun hanya sekilas. Berbeda dengan tokoh-tokoh pelaku sejarah seperti Soekarno, Hatta, Syahrir dan yang lainnya. Sehingga nama Tan Malaka kurang populer ditengah masyarakat.

Tan Malaka atau Sutan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka lahir di Nagari Pandam Gadang, Suliki, Sumatera Barat 2 Juni 1897 dan dibunuh secara tragis oleh TNI pada 19 Februari 1948 yang jenazahnya dibuang ke Sungai Brantas di Kediri Jawa Timur. Namanya lebih dikenal sebagai tokoh gerakan kiri Indonesia (meski tenggelam oleh nama DN Aidit) ketimbang tokoh pergerakan nasional Indonesia. Hal ini disebabkan perannya dalam mendirikan Partai Komunis Indonesia, yang di masa kepemimpinan Soeharto menjadi "barang haram". Suasana politik termasuk penguasa yang berkuasa dan perilaku yang diperlihatkannya dalam memegang kekuasaan, seringkali memberikan kesulitan yang luar biasa dalam menempatkan seorang tokoh secara wajar, proporsional, jujur dan objektif. Ini dapat dilihat dari logika kekuasaan yang dalam sejarahnya seringkali ditampakkan dengan jalan pengaburan sejarah, pemutarbalikkan fakta atau melebih-lebihkan fakta yang ada.

Meski gelar pahlawan kemerdekaan nasional yang diberikan oleh Presiden Soekarno pada 28 Maret 1963 tidak pernah dihapus oleh pemerintah Orde Baru, namanya dihapus dari buku pelajaran sejarah di sekolah. Perlakuan tidak adil pada Tan Malaka oleh pemerintah Orde Baru tidak berhenti begitu saja. Rupanya mereka berusaha menghapus nama Tan Malaka dalam sejarah Indonesia.

Perjuangan Yang Dilakukan

Berbicara tentang Tan Malaka, maka kita berbicara mengenai tokoh legendaries. Pejuang paling misterius sepanjang sejarah kemerdekaan. Yang oleh the founding fathers menyebut Tan Malaka sebagai bapak republik Indonesia. Selama hidupnya ia hanya beberapa tahun saja merasakan kebebasan dan berjuang di tengah-tengah rakyat, dan selebihnya ia berada di pengasingan atau dalam penjara. Tidak hanya berperan di dalam negeri untuk melawan segala bentuk penjajahan melainkan melanglang buana di beberapa negara dimana kekuatan penjajah bercokol. Dengan taktik metode penyamaran berhasil masuk ke berbagai negara karena beliau adalah incaran dari agen-agen intelijen negara imperialis. Terhitung sejak pertama kali ia terjun dalam aktifitas politik yang sebenarnya, yaitu sejak kepindahannya dari Sumatera ke Jawa pada Juni 1921 dan setelah itu ia bergabung dengan PKI serta jabatan ketua PKI sempat ditangannya. Kemudian pembuangannya yang begitu lama, menimpanya ketika tuduhan mengganggu keseimbangan yang berusaha dijaga oleh pemerintah Hindia-Belanda jatuh padanya itu terjadi pada Maret 1922. Karena itu praktis Tan Malaka hanya mempunyai waktu satu tahun lamanya untuk berjuang. Kalau dihitung-hitung selama hidupnya praktis hanya mempunyai waktu dua tahun lamanya untuk berjuang secara terbuka. Aktivitasnya selama di dalam maupun di dalam negeri, sebagai pejuang yang menebarkan benih-benih anti kolonialisme dan anti kapitalisme hanya diketahui secara samara-samar dan tak jarang yang tersebar adalah cerita fiktif, baik yang memujanya ataupun yang mencemooh.

Dengan berawal dari pembentukan kursus-kursus Tan Malaka mendirikan sekolah sekolah bagi anak-anak anggota Sarekat Islam untuk penciptaan kader-kader baru. Hingga nantinya sekolah-sekolah itu bertumbuh sangat cepat hingga sekolah itu semakin lama semakin besar. Perjuangan Tan Malaka tidaklah hanya sebatas pada usaha mencerdaskan rakyat Indonesia pada saat itu, tapi juga pada gerakan-gerakan dalam melawan ketidakadilan seperti yang dilakukan para buruh terhadap pemerintah Hindia Belanda lewat aksi-aksi pemogokan , disertai selebaran-selebaran sebagai alat propaganda yang ditujukan kepada rakyat agar rakyat dapat melihat adanya ketidakadilan yang diterima oleh kaum buruh.

Dalam sistem berpikirnya, Tan Malaka banyak menempatkan nasionalisme sebagai hal yang terpenting, baginya nasionalisme adalah perwujudan dari merdekanya Indonesia yang didasarkan atas sosialisme dan bersatunya kekuatan-kekuatan revolusioner, terutama kekuatan Islam dan nasionalis serta komunis. Pada mulanya ia berharap banyak dari PKI sebagai partai pelopor, namun bukan sama sekali untuk memonopoli dunia pergerakan. Tan Malaka yakin bahwa PKI tidak akan mampu memonopoli dan berjuang sendiri melawan Belanda yang kuat dan otoriter, apalagi ia mengetahui bahwa PKI sebagai organisasi politik belum berakar di dalam masyarakat ketika itu. Ia menambahkan dalam negara yang berpenduduk mayoritas Islam, maka Sarekat Islam adalah satu kekuatan revolusioner dan keliru apabila PKI memusuhinya.

Walaupun ia menjadi ketua PKI dan wakil Comintern untuk Asia Tenggara pernah dijabatnya, bukanlah dia berarti komunis dalam pengertian umum yang biasa, setidaknya ia bukanlah orang yang dogmatis dan doktriner dalam menerjemahkan ajaran-ajaran Marxis. Sikap bebas yang dikembangkannya di Comintern dan pertikaiannya dengan PKI, menempatkannya bahwa sebenarnya dia juga seorang nasionalis.

Tan Malaka dalam melihat revolusi Indonesia tidak berhenti pada revolusi politik semata namun melihatnya sebagai revolusi yang global sifatnya, mulai dari revolusi menghapuskan feodalisme, revolusi kemerdekaan dan revolusi sosial. Revolusi sosial yang isinya harapan terhadap hadirnya masyarakat yang adil dan makmur.

Karya-karya Tan Malaka

Tan Malaka dikenal juga sebagai intelektual, disamping sebagai pejuang yang cerdik. Dalam rangka membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu mentalitas dan sistem pemikiran yang mistis-pasif menuju kepribadian nasional yang rasional-aktif, ia berjuang dengan pena, dengan menulis banyak artikel dan buku. Ia banyak menghasilkan berbagai tulisan yang lahir dari kondisi objektif yang terjadi pada saat itu dengan analisa yang sangat tajam. Beliau yang hidup dan berkarya pada zaman Hindia Belanda, zaman Jepang atau zaman sesudah Indonesia merdeka mengalami perkembangan dan perubahan di dalam menganalisa setiap zamannya.

Diantara sejumlah tulisannya merupakan hasil perenungan dari ideologi, analisa masyarakat, program, strategi dan taktik serta organisasi. Sejumlah tulisan tersebut adalah: Sovyet atau Parlemen, SI Semarang dan Ondewijs, Toendoek Kepada Kekoesaan, Tetapi Tidak Toendoek Kepada Kebenaran, Goetji Wasiat Kaoem Militer, Naar de Republiek Indonesia.(Menuju Republik Indonesia), Semangat Moeda, Lokal dan Nasional Aksi di Indonesia, Massa Actie, Manifesto PARI, Materialisme-Dialektika-Logika, Asia Bergabung, Politik, Rentjana Ekonomi, Moeslihat, Thesis, Dari Penjara Ke Pendjara, Koehandel di Kaliurang, Surat Kepada Partai Rakyat, Proklamasi 17-81945, Isi dan Pelaksanaannya, Uraian Mendadak, Gerpolek (Gerilya Politik Ekonomi).

Salah satu bukunya yang sangat terkenal berjudul Madilog. Ditulis di Jakarta, selama 8 bulan mulai dari 15 Juli 1942 sampai 30 Maret 1943. karya terbesar dari Tan Malaka ini diniatkannya sebagai upaya untuk merombak sistem berpikir bangsa Indonesia, dari pola berpikir yang penuh dengan mistik kepada satu cara berpikir yang rasional. Tanpa perombakan cara berpikir, sulit rasanya bangsa Indonesia untuk maju dan mewujudkan masyarakat Indonesia yang merdeka dan sosialistik. MADILOG sebagai konsep berpikir yang memadukan tiga unsurnya yaitu MAterialisme, DIalektika dan LOGika, merupakan kesatuan dan tidak boleh dipisah-pisah.

Madilog inilah konsep revolusi pemikiran yang ditawarkan Tan Malaka kepada bangsanya agar sejarah perbudakan tidak terulang kembali. Madilog adalah sebuah konsep pemikiran dari Barat dimana Tan Malaka mengakui kontribbusi Marx dan Engels dalam perumusan metode berpikirnya yang dinilai rasional, untuk melawan apa apa yang di dalam MADILOG disebutnya sebagai cara berpiir ke-Timuran yang kuno, idealistik dan penuh dengan mistik, yang menyebabkan bangsa Indonesia terjajah dengan demikian lamanya serta membuat tidak berkembangnya ilmu pengetahuan. Di dalam MADILOG akan ditemukan karya yang disajikan dengan menggunakan banyak terminologi Marxis, namun perjuangan kelas atau antagonisme kelas tidaklah mendapat tekanan berulang-ulang dari Tan Malaka ketimbang kekuatan gagasan sebagai penggerak perubahan sosial.

MADILOG dinyatakan oleh Tan Malaka bukan sebagai pandangan dunia atau filsafat, namun cara berpikir. Meskipun demikian diakui olehnya bahwa hubungan keduanya rapat sekali. Dari cara orang berpikir didapatkan filsafat dan dari filsafatnya dapat diketahui dengan metode apa sampai ke filsafat itu. Dicontohkan olehnya apabila seorang murid yang cerdas bila ia mengetahui satu kunci atau satu undang-undang untuk menyelesaikan satu golongan persoalan, maka dia tidak harus menghapalkan berpuluh-puluh atau beratus-ratus jawaban.

Perjuangan Tan Malaka untuk menuju kemerdekaan 100% ternyata tidak dilajutkan oleh generasi berikutnya mulai dari awal proklamasi hingga saat sekarang. Kekuatan modal asing yang kembali berkuasa yang terus mengeksploitasi kekayaan sumber daya alam negeri ini ibarat benalu yang terus menghisap pohon yang disinggapinya yang perlahan-lahan mulai layu. Republik Indonesia yang adil dan makmur serta kemerdekaan 100% sesuai dengan cita-cita Tan Malaka harus terus digemakan kepada generasi sekarang. Pastinya kekuatan dan penguasaan negara imperialis di Indonesia harus segera disingkarkan menuju cita-cita tersebut. Kekuatan politik rezim yang berkuasa saat ini harus juga menegaskan kembali perjuangan dari Tan Malaka, walaupun rezim yang berkuasa hari ini adalah antek-antek dari negara imperialis. Tetapi sejarah harus tetap terbuka dan setidaknya nama Tan Malaka harus diakui dan dipahamani oleh bangsa ini, memperkenalkan Tan Malaka kepada generasi sekarang sebagai sosok pejuang revolusioner yang menggelorakan kemerdekaan menuju Indonesia adil dan makmur.***

Tidak ada komentar: