Rabu, 20 Maret 2013

Resume Diskusi “Pencemaran Danau Toba oleh Aquafarm”



Resume Diskusi “Pencemaran Danau Toba oleh Aquafarm”
Pemateri          :           Ir. Pohan Panjaitan, MS, PhD
Tanggal           :           25 Februari 2013

Betapa tidak Indonesia khususnya Sumatera Utara bersyukur memiliki aset kekayaan alam seperti Danau Toba yang tak ternilai harganya. Selain sebagai tempat wisata dan sumber mata pencaharian warga sekitar, Danau Toba menjadi sumber air bagi masyarakat sekitar. Namun, apa jadinya apabila aset yang berharga itu sudah tidak lagi dilindungi dan sudah tercemar akibat ulah dari sejumlah pihak atau perusahaan yang tidak bertanggung jawab, yang salah satunya adalah PT. Aquafarm.
            PT. Aquafarm yang adalah milik Swiss menyumbang modal berupa Keramba Jaring Apung yang turut mencemarkan Danau Toba. Ternak ikan yang dipelihara juga berasal dari luar dan belum diketahui apakah ternak tersebut bebas dari penyakit atau menggunakan obat-obatan juga. Pencemaran juga bisa melalui urine dan feses serta pakan ternak. Di dalam urine terdapat 70% protein yang mengandung nitrogen dan 1 ton pakan ternak mengandung 33,6 kg nitrogen setiap hari. Dan berdasarkan pada penelitian tahun 2008 oleh pemateri terdapat 200 ton setiap hari pakan ternak. Tidak terbayangkan berapa banyak nitrogen dan fosfor yang mencemari Danau Toba setiap harinya. Tingginya nitrogen dan fosfor akan menyebabkan terjadinya blooming fitoplankton. Namun syukurnya fitoplankton di Danau Toba tidak dapat berkembang karena tidak sesuai.
            Pada kasus ini, sangat diharapkan PT. Aquafarm tetap menjaga keseimbangan ekosistem Danau Toba disamping potensi danau sebagai tempat pariwisata bahkan sumber air warga sekitar dan Swiss yang notabene merupakan negara maju apalagi residence time PT. Aquafarm adalah 77 tahun. Dan celakanya, PT. Aquafarm menyamakan danau dengan waduk.  Padahal danau dengan waduk tidak dapat disamakan karena benda-benda pencemar akan mengendap di bagian dasar. Lebih lanjut, saat ini juga belum diketahui pola aliran airnya sehingga sampai sejauh ini yang bisa terlihat jika satu kawasan telah rusak, maka kawasan yang lain akan rusak juga.
Sangat diperlukan sebenarnya penyaringan kapasitas di setiap sektor penyebab tercemarnya Danau Toba. Seharusnya dilakukan pembangunan yang terintegrasi antara egosektoral dan kaidah-kaidah lingkungan apalagi di abad 21, agenda kita adalah “Hidup Lestari Lingkungan” seperti kajian studi lingkungan, zonasi, dan peraturan-peraturan sebagai tindak lanjut. Namun, sepertinya pemerintah tidak serius dalam menangani masalah ini, bahkan Analisis Dampak Lingkungannya pun baru dibuat ketika pihak pemerhati lingkungan mendesaknya. Kalau konsep negara maju, PT. Aquafarm harus membayar jasa lingkungan, kerusakan lingkungan, dan CSR. Dan sampai sekarang ini, mereka hanya membayar CSR saja.

RESUME HASIL DISKUSI “BEDAH FILM “THE ACT OF KILLING/JAGAL””



RESUME HASIL DISKUSI “BEDAH FILM “THE ACT OF KILLING/JAGAL””

Pemateri :        BAKUMSU (Tongam Panggabean)
Tanggal  :        22 Februari 2013

            The Act of Killing merupakan suatu film dokumenter oleh organisasi terbesar di Indonesia, yaitu Pemuda Pancasiladan pertama kali diputar di Taronto. Dalam pembuatan film dokumenter ini, yang mendominasi peran adalah pemimpin tertinggi Pemuda Pancasila di Medan, Anwar Congo.  Film dokumenter ini menampilkan bagaimana organisasi Pemuda Pancasila melakukan pembantaian besar-besaran terhadap kaum yang dianggap komunis atau tergabung dalam Partai Komunis Indonesia (PKI).
            Anwar Congo sendiri selaku aktor terpenting dalam pembantaian kaum komunis mengakui telah membunuh hingga ribuan manusia dengan alasan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Pemerintah menganggap mereka sebagai alat yang penting untuk menjaga keutuhan negara. Dalam film dokumenter ini juga Anwar Congo dan anggotanya (tentunya Pemuda Pancasila) memperagakan cara-cara yang dilakukan mereka untuk membantai kaum komunis dan sebagaian besar cara-cara tersebut meniru sejenis film pembunuhan dari Barat. Sangat kejam dan jauh dari nilai-nilai kemanusiaan.
            Film dokumenter ini juga dibuat untuk memberikan kebenaran sejarah yang bertolak belakang dengan upaya pemerintah (Orde Baru) yang sering mengeluarkan film-film yang memojokkan Partai Komunis Indinesia seperti G30SPKI dan mewajibkan semua umur untuk menontonnya dengan tujuan agar seluruh lapisan masyarakat memandang negatif terhadap Partai Komunis Indonesia. Namun sebagai kaum intelektual, kita berhak memiliki interpretasi masing-masing dan kita juga harus bersikap kritis menanggapi film ini. Jangan terjebak antara siapa yang benar (PKI atau PP). Tetapi yang perlu disoroti dalam film dokumenter ini adalah peran negara yang tidak melindungi HAM warga negaranya.
            Negara (TNI) memakai kelompok masyarakat  (Pemuda Pancasila) untuk melakukan pelanggaran HAM. Sehingga laporan yang dilontarkan Komnas HAM kepada negara sejak tahun 1965 tidak membuahkan hasil karena pemerintah sendiri dicurigai sebagai dalangnya. Hingga saat ini, pemerintah tetap mengeksistensikan dirinya sebagai wakil dan pelindung rakyat. Namun kenyataannya, pemerintah hanya pelindung bagi dirinya sendiri dengan memelihara “preman” untuk mempertahankan kekuasaannya. Bahkan pemerintah juga bekerja sama dengan pengusaha dengan memanfaatkan “preman” tersebut untuk kepentingan dan ketamakan mereka seperti merebut tanah warga.