Rabu, 27 Agustus 2008

Mewariskan Semangat Juang 45

Oleh: Cahriady Purba

Kunci perjuangan para pahlawan kemerdekaan kita merupakan warisan yang harus tetap kita pertahankan. Kunci itu hanya berbentuk suatu wadah yang bersatu padu antara kegigihan, keberanian, semangat rela berkorban, dan perasaan senasib sepenanggungan yang disulut dengan api nasionalisme yang membara.
Tanpa ada nasionalsime pejuang ’45 kita, tidak ada yang namanya bangsa (bangsa Indonesia). Yang ada hanyalah perjuangan yang terpecah belah oleh ego-ego lokal regional yang sangat rapuh untuk dipecah belah kaum penjajah. Apalagi pejuang dulu rawan politik “devide et impera” Belanda.

Mustahil kita dapat memasuki babak baru (babak menikmati dan mengisi kemerdekaan) ini tanpa adanya roh semangat juang dalam raga mereka. Kita patut mensyukuri semangat juang mereka. Tapi yang menjadi pemasalahan sekarang adalah : sudahkah kita mewarisi kunci kemerdekaan (semangat juang) itu ?
Faktanya kita hanya sebatas menceritakan (layaknya dongeng sebelum tidur), bukan menularkanya. Ini terlihat jelas dari menjamurnya aliran egoisme dan apatisme berkebangsaan generasi sekarang. Dalam seluruh sistem kita telah ternoda oleh aliran apatisme dan egoisme yang merupakan anak kandung dari kapitalisme. Boleh dikatakan ini adalah aliran sesat yang kedua. Dalam sistem kehidupan sosial aliran ini teleh menyebar seperi virus yang membuat kita tidak mau tahu dengan permasalahan yang ada. Pudarnya sistem gotong royong, rasa kekeluargaan, dan hilangnya keramahtamahan bangsa merupakan contohnya. Orang lain tidak bisa makan atau tertindas ,sementara kita berlimpah kita tidak perduli. Yang sangat kontras dalam sistem sosial sekarang adalah keinginan untuk berkuasa, lalu memeras dan menguras.

Demikian juga pendidikan kita telah larut dalam godaan dan rayuan kapitalisme. Pendidikan sebagai media yang diharapkan menularkan semangat juang ’45 hanya sekedar menceritakan, bukan mewariskan. Banyak lembaga pendidikan mulai tingkat SD, SLTP, SMU, apalagi Perguruan Tinggi tidak pernah lagi melakukan upacara bendera demikian juga instansi pemerintahan. Padahal, paling tidak melalui upacara bendera kita selalu diingatkan oleh semangat juang pahlawan kita agar semakin termotivasi berjuang untuk mengisi kemerdekaan dengan tetap menjunjung nasionalisme.

Ini adalah fenomena yang menyesatkan, memudarkan , bukan memajukan bangsa. Apakah kita mau bangsa kita ini kehilangan identitasnya ? Perlu kita ingat bahwa Sang Merah Putih adalah lambang keberanian, kegigihan semangat, serta kesucian perjuangan pahlawan kita. Harus kita hargai. Peringatan HUT ke-63 RI ini bukanlah kebetulan atau tradisi tahunan, melainkan kesempatan untuk mengingatkan serta menumbuhkan kembali semangat juang ’45. HUT RI ini juga adalah roh yang menegor para koruptor bangsa, penghianat bangsa, provokator, serta seluruh genaerasi yang hilang roh nasionalismenya. Mari kita mewarisi bersama kunci kemerdekaan (semangat juang ’45) ini, bukan dengan sebatas merayakan, merenungkan atau mendokumentasikan, melainkan harus menularkan. Kita satukan perjuangan kita. Kita tuntun roh nasionalisme masuk dalam diri bangsa. Sekali merdeka selamanya merdeka.***

Tidak ada komentar: