Jumat, 27 Februari 2009

Membangun Ekonomi Rakyat dan Rakyat Membangun Ekonomi

Oleh: Chariady

Negara Indonesia yang kaya raya ini tentu tidak adil kalau hanya dieksploitasi segelintir pelaku ekonomi saja, misalkan korporat asing dan segelintir korporat dalam negeri (yang dianakemaskan). Akumulasi kekayaan hasil eksploitas sumber daya alam harus merata dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia yang berjumlah 230-an juta jiwa. Rakyat juga harus dilibatkan dalam mengelolanya. Kekayaan bumi pertiwi harusnya sudah bisa memberikan rakyat pendidikan yang layak, pelayanan kesehatan gratis, tunjangan pengangguran, jaminan bagi anak terlantar serta merdeka dari kelaparan. Tapi miris, hasil keuntungan eksploitasi hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang yang punya kuasa dan akses yang mudah terhadap bumi kaya kita. Tak ayal, kata kemiskinan, kelaparan, dan beras selalu menjadi komoditas politk elit yang hendak dan telah berkuasa.
Ketidakadilan dalam ekonomi ini jelas tampak dalam potret hidup sehari-hari yang penuh cacat ketimpangan. Kita bisa melihat betapa angkuhnya mobil mewah yang berbandrol milyaran rupiah melintas di jalanan raya seolah tidak peduli dengan pemandangan suram kemiskinan di negeri ini. Sementara kalangan “sandal jepit” selalu menjadi objek tersingkirkan dari kebijakan pembangunan ekonomi yang berbasis angka pertumbuhan. Ya benar memang angka bertumbuh sekian persen setiap tahunnya. Tapi, adakah pertumbuhan ini menetes kebawah sebagaimana dengan trickle down effect yang diyakini pemerintah ampuh ? Efektifkah ini terhadap pengurangan pengangguran, kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan rakyat ? Temporer sih ia. Kebijkan ekonomi ini rapuh terhadap gejolak krisis global. Tolak ukurnya tidak efektif jika didasarkan pertumbuhan dan akumulasi produk kapitalis saja.
Sejenak kita cuci mata. Kita lihat pemerintah baru-baru ini telah menurunkan (lebih tepatnya menyesuaikan) harga minyak sebanyak tiga kali untuk premium dan solar. Lalu adakah ini nyatanya untuk dan demi rakyat ? Sementara ongkos transportasi umum yang biasanya akrab dengan kehidupan kaum jelata tidak kunjung turun tarifnya. Harga-harga sembako justru naik. Ada apa ini ? Atau ini ada apanya. Semakin memperparah hajat hidup rakyat saja. Tidak salah kalau banyak rakyat yang mengatakan penurunan harga minyak hanya dinikmati kelas atas. Rakyat bawah ya tetap menderita. Belum lagi bayang-bayang PHK menanti sebagai imbas dari krisis global ini. Wah suram bukan.

Ekonomi Rakyat Kekuatan Kita
Ketika dunia didera krisis seperti ini, kembali yang menjadi dewa-dewi penyelamat ekonomi adalah usaha-usaha rakyat kelas bawah dan menengah yang akrab disebut UMKM. Ini cukup memberi kontribusi besar dalam penyediaan lapangan kerja. Sekitar 70 persen pekerja bekerja di sektor informal (UMKM). Immunitabilitas usaha ini tentu lebih kuat. Relatif aman terhadap fluktuasi kurs, lebih fleksibel, rasio utang terhadap modalnya rendah karena bagian besar modal adalah milik sendiri. Jadi di tengah krisis ini mereka tetap bisa berjalan tanpa terjebak jeratan utang. Sementara banyak industri besar seperti industri tekstil dan produk tekstil (TPT), otomotif, dan perkebunan besar sudah gulung tikar karena sulitnya mendapat kredit segar, bahan baku impor yang mahal serta lesunya pasar eksport karena tiap negara prioritas ekspor kita (Uni Eropa, AS, dan Jepang) terus melakakukan proteksi untuk melindungi industri domestiknya.
Akhir-akhir ini pemerintah sudah mulai melirik sektor-sektor ini. Adanya Kredit Usaha Rakyat, Kredit UMKM, serta pemberdayaan program PNPM mengindikasikan mulai berpihkanya pemerintah terhadap usaha rakyat kita. Tapi ini juga perlu pembinaan dan monitoring yang bijak oleh pemerintah.

Usaha Rakyat Harus Dilindungi
Tidak dapat dipungkiri kontribusi sektor ril UMKM sangat besar terhadap stabilitas ekonomi kita dewasa ini. Betapa tidak, berkaca pada krisis moneter 1998 lalu, banyak korporasi bisnis besar yang bertumbangan. Perbankan terkena imbasnya karena NPL yang membludak, sehingga denyut nyadi perekonomian tersumbat akibat tidak ada dana segar yang bisa diakses. Capital flight besar-besaran pun terjadi. Apa jadinya ? Yang tetap dapat berdiri menopang ekonomi adalah usaha rakyat UMKM yang tidak terbelit oleh utang luar negeri. Bisa kita bayangkan bagaimana ketika utang yang tadinya Rp 2.500 per Dollarnya tiba-tiba harus dibayar dengan kurs yang naik 400 % (sekitar 15.000-an). Hancur minah pastinya.
Di tengah penduduk yang berkisar 230-an juta ini, pilihan tepat untuk memberdayakan rakyat dalam pembangunan ekonomi. Labor intensive efektif untuk diandalkan dalam jangka panjang. Permasalahan sebenarnya bukan masalah tidak efisiennya atau perkara lemahnya daya saing produk sektor ekonomi UMKM. Tapi yang menjadi permasalahannya adalah pemerintah lebih memfasilitasi sektor ekonomi besar yang capital intensive. Industri besar diberikan beragam fasilitas seperti pemberian ijin usaha (HGU) yang mudah, stimulus fiskal dan moneter, stimulus pengurangan bea masuk bahan baku, serta akses pasar diprioritaskan. Ekonomi rakyat seperti dianaktirikan. Selain itu sering yang menjadi permasalahan adalah adanya ketidakadilan pemanfaatan hasil SDA yang terjadi antara kepentingan masyarakat dan kepentingan capital. Kelompok nelayan dilarang memakai pukat harimau (trawl) dan bobot kapalnya dibatasi, tetapi pemilik modal diijinkan mengeksploitasi laut dengan bebasnya. Tambak-tambak besar dibangaun sehingga ruang gerak nelayan kecil di pantai sempit. Masih banyak ketimpangan lain yang tidak tersebutkan disini.
Pemerintah harus berpikir jangka panjang. Keadilan ekonomi harus tetap kita dukung. Kita semua tentu tidak inginkan kekayaan kita justru jadi kutukan. Sumber daya yang melimpah harus memberikan kesejahteraan bagi rakyat bukan bagi pemilik modal. Pemberdayaan UMKM tentu efektif untuk melibatkan elemen rakyat berpartisipasi dalam ekonomi. Sumber daya yang beragam merupakan bahan bakar potensial menggalakkan UMKM. Bidang pertanian, perkebunan rakyat, perikanan dan peternakan, tambang galian rakyat, serta industri kreatifitas seperti kerajin adalah potensi yang bisa dikelola dengan melibatkna rakyat. Tinggal bagaimana pemerintah memolesnya. Akses modal ekspansi dan jaminan pasar merupakan dua permasalahan krusial UMKM yang harus dijembatani pemerintah. Jika semua ini terlaksana, lambat laun, secara perlahan-lahan rakyatlah yang akan membangun ekonomi nantinya. Ekonomi yang dibangun rakyat tentu lebih kuat dibanding ekonomi yang dibangun kapitalis yang mengandalkan utang. Ekonomi rakyat harus dilindungi. Semoga.


Penulis adalah anggota KDAS, Ekonomi Akuntansi USU ‘05