Rabu, 20 Maret 2013

RESUME HASIL DISKUSI “BEDAH FILM “THE ACT OF KILLING/JAGAL””



RESUME HASIL DISKUSI “BEDAH FILM “THE ACT OF KILLING/JAGAL””

Pemateri :        BAKUMSU (Tongam Panggabean)
Tanggal  :        22 Februari 2013

            The Act of Killing merupakan suatu film dokumenter oleh organisasi terbesar di Indonesia, yaitu Pemuda Pancasiladan pertama kali diputar di Taronto. Dalam pembuatan film dokumenter ini, yang mendominasi peran adalah pemimpin tertinggi Pemuda Pancasila di Medan, Anwar Congo.  Film dokumenter ini menampilkan bagaimana organisasi Pemuda Pancasila melakukan pembantaian besar-besaran terhadap kaum yang dianggap komunis atau tergabung dalam Partai Komunis Indonesia (PKI).
            Anwar Congo sendiri selaku aktor terpenting dalam pembantaian kaum komunis mengakui telah membunuh hingga ribuan manusia dengan alasan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Pemerintah menganggap mereka sebagai alat yang penting untuk menjaga keutuhan negara. Dalam film dokumenter ini juga Anwar Congo dan anggotanya (tentunya Pemuda Pancasila) memperagakan cara-cara yang dilakukan mereka untuk membantai kaum komunis dan sebagaian besar cara-cara tersebut meniru sejenis film pembunuhan dari Barat. Sangat kejam dan jauh dari nilai-nilai kemanusiaan.
            Film dokumenter ini juga dibuat untuk memberikan kebenaran sejarah yang bertolak belakang dengan upaya pemerintah (Orde Baru) yang sering mengeluarkan film-film yang memojokkan Partai Komunis Indinesia seperti G30SPKI dan mewajibkan semua umur untuk menontonnya dengan tujuan agar seluruh lapisan masyarakat memandang negatif terhadap Partai Komunis Indonesia. Namun sebagai kaum intelektual, kita berhak memiliki interpretasi masing-masing dan kita juga harus bersikap kritis menanggapi film ini. Jangan terjebak antara siapa yang benar (PKI atau PP). Tetapi yang perlu disoroti dalam film dokumenter ini adalah peran negara yang tidak melindungi HAM warga negaranya.
            Negara (TNI) memakai kelompok masyarakat  (Pemuda Pancasila) untuk melakukan pelanggaran HAM. Sehingga laporan yang dilontarkan Komnas HAM kepada negara sejak tahun 1965 tidak membuahkan hasil karena pemerintah sendiri dicurigai sebagai dalangnya. Hingga saat ini, pemerintah tetap mengeksistensikan dirinya sebagai wakil dan pelindung rakyat. Namun kenyataannya, pemerintah hanya pelindung bagi dirinya sendiri dengan memelihara “preman” untuk mempertahankan kekuasaannya. Bahkan pemerintah juga bekerja sama dengan pengusaha dengan memanfaatkan “preman” tersebut untuk kepentingan dan ketamakan mereka seperti merebut tanah warga.

Tidak ada komentar: