Selasa, 13 Maret 2012

WWF Legitimasi Aqua Farm Cemari Danau Toba

Oleh : Karmel Simatupang. Sudah banyak kalangan protes tentang keberadaan PT Aquafarm
Nusantara di Danau Toba, LSM maupun komunitas masyarakat pencinta Danau Toba berulang kali pula melakukan pengamatan langsung, mengkritisi di media, bahwa selain merusak keindahan pemandangan Danau Toba, KJA Aquafarm juga telah mencemari Danau Toba, tetapi Aquafarm tetap membandel dan sepertinya kebal hukum. Terakhir, Aquafarm berhasil memperalat lembaga Internasional WWF, melegitimasi pencemaran air Danau Toba.
Legitimasi itu, dilontarkan WWF ketika mengunjungi lokasi proyek budidaya ikan nila, milik PT Aquafarm Nusantara (PTAN) di Danau Toba (DT), (Siantar Simalungun, 20/1). Mereka disambut hangat Manajemen PT Aquafarm. WWF pun menyimpulkan, aktifitas budidaya ikan nila PTAN telah memenuhi standar ISRTA (International Standards for Responsible Tilapia Aquaculture) dan Sertifikat Global GAP. Kini Aquafarm telah mengantongi sertifikatnya ISTRA dan Gobal GAP sebagai senjata ampuh.

Melalui sertifikat ini menjamin PTAN mengklaim aktivitasnya memenuhi semua kriteria untuk teknis budidaya ikan yang menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan. Dari sini kita belajar bahwa korporasi menggunakan segala cara, melanggengkan produksinya.

Selama ini kita mendukung keberadaan WWF (World Wildlife Foundation) karena peduli lingkungan, alam yang bersahabat tetapi sekarang kok ikut-ikutan menyetujui pencemaran DT?, bukankah sudah jelas kita tahu pakan ikan keramba jaring apung (KJA) sebagian besar mengendap ke danau dan mencemari danau setiap hari.

Sudah jelas pula di lokasi ditemukan kandungan fosfor, karbon dan nitrogen yang sangat merusak kualitas air. Kandungan fosfor melalui proses kimiawi dalam bentuk senyawa fosfat dapat dikenali dengan warna air yang menjadi kehijauan, berbau tak sedap, dan peningkatan kekeruhan air.

Peningkatan pertumbuhan eceng gondok yang membludak di DT adalah bukti booming-nya pencemaran ke danau ini. Eceng gondok hanya tumbuh di air kotor. Ekosistem menjadi tak seimbang, kualitas air menurun, konsentrasi oksigen terlarut sangat rendah bahkan sampai batas nol, makanya mahluk hidup di air DT dan spesies lainnya bermatian.

Hilangnya beberapa spesies seperti ikan (Ihan Batak) di DT menguatkan sintesa bahwa ekosistem air DT sudah dalam tahap pencemaran kelas tinggi. Padahal di tahun 80-an ikan Ihan Batak itu cukup gampang di jumpai. Selain itu, terganggunya rantai ekosistem air akan membawa resiko kepada kesehatan manusia dan hewan. Menghilangkan nilai konservasi, estetika, rekreasional dan parawisata sehingga membutuhkan biaya sosial dan ekonomi yang tak sedikit.

Tidak Benar

Kembali ke soal WWF. Selama ini kita tahu WWF Indonesia, yang berpusat di Swedia ini, cinta lingkungan bahkan bervisi memperbaiki kerusakan lingkungan dan melestarikan keanekaragaman hayati. Tapi kini menjadi berwajah ganda. Lembaga internasional mencampuri urusan Danau Toba, itu artinya gurita kapitalisme internasional semakin menancapkan kukunya di bawah rejim SBY-Budiono. Pengambil kebijakan tak berdaya dan tak berdaulat.

Di lain hal, pada Harian Medan Bisnis, (26/1), WWF meminta semua pihak agar turut serta menjaga kelestarian Danau Toba. WWF berharap agar aktivitas ekonomi di Danau terindah dan terbesar di Asia Tenggara ini berjalan selaras. Disinilah logika berpikir mentok, dan WWF seperti bermuka dua. Disatu sisi mendukung kelestarian lingkungan, tetapi disisi lain justru melanggengkan pengrusakan lingkungan.

Bersama itu pula dilansir dari alamat www.medansatu. com, (13/2), Koalisi IX LSM Sumut mengatakan harus menyikapi keberadaan PT. Aquafarm di DT dengan rasional. Hampir sama dengan WWF, Koalisi IX LSM Sumut mengklaim tidak ada pencemaran berarti di DT. Dengan kata lain mereka membantah tentang adanya pencemaran yang dilakukan perusahaan di DT.

Dalam investigasi Koalisi IX LSM Sumut ini juga menyatakan lokasi KJA jauh dari keramaian sehingga tidak mengganggu keindahan DT. Padahal, kita melihat secara gamblang lokasi KJA bertebaran di lokasi wisata inti, seperti di Tiga Ras, Simalungun, Haranggaol, Parapat, Tobasa, Silalahi, Tongging dan tempat lainnya. Maka kita dapat menyimpulkan hasil investigasi Koalisi IX LSM ini tidak valid, dan bertentangan dengan kenyataan. Mungkin publik akan balik bertanya, lalu, siapa yang rasional?.

Diperkirakan setiap hari ada 200 ton ton pakan ikan masuk ke air DT, atau sekitar 73.000 ton pertahun. Bagaimana kalau sudah 10 tahun keatas. Tak terbayang bagaimana massifnya pencemaran yang ditimbulkannya. Saat ini KJA susah dihitung luasnya karena tersebar di sepanjang Kawasan Danau Toba.

Kembalikan Air Danau Bersih

Untuk kesekian kalinya ekosistem Danau Toba diganggu secara paksa, terutama oleh korporasi dan turunannya. Hutan sebagai penyangga DT, telah terlanjur di babat habis dan masih berlangsung hingga kini. Cerita tentang keindahan dan sejuknya panorama DT, mungkin akan tinggal kenangan bagi anak cucu kita nantinya, jika kondisi saat ini terus berlangsung.

Kita tahu ada banyak sekali tekanan yang kini dihadapi DT. Isu terbaru kembali membuat mata kita terbelalak, seputar polemik penumbangan Hutan Tele Samosir seluas 2.250 hektar, yang katanya untuk dijadikan tanaman bunga oleh PT. EJS asal Korea. Padahal hutan ini hanya sisa penjaga debit dan kualitas air DT.

Memang banyak pihak yang menyatakan peduli dengan danau ini, termasuk bantuan dana besar. Ada banyak seminar, forum ataupun komunitas pencinta DT, bahkan ada agenda tahunan membuat pesta DT yang didanai APBN. Namun nasib Danau ini tetap merana. Volume air terus menurun. Pun pence maran terus menjadi-jadi. Yang selalu muncul adalah kekerasan terhadap luar dalam DT.

Tak bisa dimungkiri, air DT sebenarnya menghidupi masyarakat Sumatera Utara dan merupakan bagian ekosistemnya Dunia. Walau secara administrasi ada 7 Kabupaten yang bersinggungan dengan Kawasan Danau Toba, namun sebenarnya hampir semua kabupaten penerima manfaat dari keberadaan DT. Energi listrik yang dikonsumsi Sumut jelas bergantung pada kelestarian air DT. Itu berarti DT memberikan sumbangsih yang cukup besar menopang hidup manusia.

Akhirnya, sesat pikir dan hilangnya nalar harus disudahi. DT harus dilindungi dari tangan-tangan jahil korporasi jahat. Dipulihkan dan dilestarikan. Danau Toba tak hanya butuh perawat, tapi juga kebijakan untuk merawat. Dan pemimpin bangsa ini kiranya tak lagi mengingkari fungsi dan eksistensi keberadaan DT. Semoga.***

Tulisan ini terbit di Harian Analisa, 13 maret 2012

Jumat, 02 Maret 2012

Hentikan KRIMINALISASI dan INTIMIDASI terhadap Petani serta KEMBALIKAN TANAH RAKYAT di SUMUT

Oleh:
HMI kom's FISIP USU, SMI, FMN, dan KDAS yang tergabung dalam aliansi Front Mahasiswa Sumatera Utara (FROM-SU)
28 Februari 2012

Kedaulatan merupakan hak semua rakyat Indonesia..!!
Mungkin saja, kekuasaan dapat merubah arah sejarah sesuai dengan kepentingan penguasanya, tetapi tidak dapat merubah esensi sejarah itu sendiri. Arah sejarah dapat dibelokkan, dirubah secara sistematis (baca: licik) dengan cara membungkam kebenaran, dengan cara mengabaikan fakta-fakta.

Agaknya, inilah yang terjadi di Kecamatan Pulau Raja, Asahan. Kekuasaan tengah memproses dan menempatkan hukum dan serangkaian aturan yang lebih memihak kepentingan penguasa (pemodal), dibandingkan dengan kebenaran sejati. Kasus pembunuhan terhadap Poridin Sipakkar (preman) yang tidak pernah dilakukan petani, malah diproses secara cepat dan memenjarakan 3 orang petani yang tidak bersalah.

Kasus ini terjadi pada hari Jumat (20/1), yang sampai siang hari kondisi Poridin masih sehat. Sebelum dibunuh, justru Poridin yang melakukan penganiayaan terhadap salah seorang petani pada pagi hari bersama kedua temannya. Karena dianggap keberadaan Poridin yang telah mengganggu dan menganiaya petani, korban pun dijemput oleh Polsek ke tempat kejadian agar menghindari sesuatu yang tidak diinginkan berdasarkan informasi dari petani yang berada di tempat. Pada saat mau dibawa ke Polsek Pulo Raja dengan disaksikan beratus warga (petani), korban dalam keadaan sehat, namun beberapa waktu kemudian warga mendapatkan informasi kalau Poridin telah meninggal.

Malang, petani malah dituduh sebagai pelaku pembunuhan. Tidak sampai disitu saja, beberapa orang yang mengaku warga sekitar dan mahasiswa melakukan demonstrasi (aksi bayaran) turut memfitnah petani yang tidak bersalah. Kasus ini berawal dari permasalahan tanah petani yang dirampas oleh oknum-oknum (pengusaha) yang diindikasikan bekerjasama dengan pemerintah daerah serta pihak aparat hukum sekitar.

Permasalahan tanah (agraria) tidak hanya terjadi di daerah tersebut, namun masih banyak lagi daerah-daerah yang telah dieksploitasi oleh pihak penguasa (pemodal) yang telah "membeli" hukum di negara ini dan Sumut secara khusus guna melancarkan perbuatan busuknya.

Oleh karena itu, kami yang tergabung dalam Aliansi Front Mahasiswa Sumatera Utara (FROM-SU) melakukan aksi solidaritas menuntut:

1. Mengecam tindak intimidasi, kriminalisasi dan bebaskan 3 petani anggota SPI (Serikat Petani Indonesia) di Kec, Pulau Raja, Asahan.
2. Tangkap dan adili mafia perkebunan di Pulau Raja.
3. Kembalikan tanah rakyat di Pulau Raja.
4. Hentikan premanisme terhadap petani.
5. Hentikan perampasan tanah petani oleh PTPN II dipersil IV Deli Serdang
6. Stop galian C yang beroperasi di lahan garapan Kelompok Tani 7179 di Marendal